BREAKING NEWS

Sri Mulyani: Dunia Kini Tanpa Kawan atau Lawan Akibat Kebijakan Tarif Trump

Sri Mulyani: Dunia Kini Tanpa Kawan atau Lawan Akibat Kebijakan Tarif Trump

JAKARTA, KompasJawa.com
– Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pandangan tajamnya terkait kebijakan tarif impor balasan (resiprokal) yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap berbagai negara. Menurutnya, langkah tersebut telah mengubah peta persaingan ekonomi global secara drastis hingga menghapus batas antara "kawan" dan "lawan" dalam hubungan internasional.

Sri Mulyani menekankan bahwa Indonesia, dan banyak negara lainnya, dulunya masih bergantung pada semangat kerja sama dalam rantai pasok global. Namun kini, konsep tersebut nyaris kehilangan relevansi.

Dunia Tanpa Sekutu: Efek Domino dari Tarif Impor Trump

Kebijakan tarif yang diumumkan Presiden AS Donald Trump tidak hanya menyasar negara-negara pesaing ekonomi seperti Tiongkok atau Uni Eropa, tetapi juga menargetkan negara-negara yang selama ini dikenal sebagai sekutu strategis, seperti Kanada dan Meksiko. Padahal, negara-negara tersebut tergabung dalam NAFTA (North American Free Trade Agreement) yang notabene diinisiasi oleh Amerika sendiri.

“Sekarang bahkan tidak ada definisi yang disebut kawan atau friend lagi. Karena Amerika (menerapkan tarif) terhadap Kanada, terhadap Meksiko, negara yang tergabung dalam NAFTA,” ungkap Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

Ia pun menilai bahwa kebijakan tarif tersebut justru memicu bentuk kompetisi ekonomi yang makin liar dan sulit ditebak.

Ketidakpastian Global: Risiko yang Harus Diwaspadai

Menurut Sri Mulyani, langkah AS ini membuka risiko ketidakpastian global yang besar, terutama karena tatanan ekonomi yang sebelumnya berbasis pada aturan dan konsensus internasional (rule-based order) kini mulai diabaikan.

“Ini pun (NAFTA) yang dibidani oleh Amerika Serikat sekarang ini di-abandon dan menjadi persaingan yang tidak ada lagi definisi kawan atau lawan,” tegasnya.

Dengan demikian, negara-negara lain termasuk Indonesia harus lebih cermat dan sigap dalam menyikapi dinamika global tersebut. Jika tidak, ekonomi nasional bisa terguncang akibat arus kebijakan global yang tak menentu.

Tatanan Baru Ekonomi Global Terbentuk Hanya dalam Hitungan Minggu

Sri Mulyani menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi di dunia tidak berlangsung perlahan. Sejak awal Februari hingga April 2025 saja, kebijakan-kebijakan ekonomi Amerika Serikat telah menggeser paradigma yang berlaku dalam sistem perdagangan internasional.

Negara-negara yang terkena dampak pun sudah mulai menunjukkan respons tegas, termasuk dengan menerapkan kebijakan pembalasan atau retaliasi terhadap AS.

“Timeline ini menggambarkan hanya dalam waktu satu bulan dunia yang tadinya di-govern dengan rule base sekarang tidak ada lagi kepastian,” ujarnya.

Situasi ini menuntut pemerintah Indonesia untuk tidak hanya tanggap, tetapi juga visioner, agar tidak terus-menerus terkaget-kaget dengan gejolak global.

Antisipasi Pemerintah: Tetap Siaga dan Adaptif

Di akhir paparannya, Sri Mulyani mengingatkan bahwa pemerintah harus tetap waspada dan adaptif dalam menyusun kebijakan ekonomi nasional. Meskipun banyak kebijakan negara besar bersifat unilateral dan mengejutkan, Indonesia harus bisa membaca arah angin global dan bersiap dengan berbagai skenario.

“Ini yang menjadi salah satu yang perlu kita perhatikan di dalam kita mengelola ekonomi. Tidak kita terus-menerus terkaget-kaget, namun pada saat yang sama kita tetap waspada,” tutupnya.

Pernyataan Sri Mulyani ini sekaligus menjadi sinyal bahwa era baru perdagangan dunia telah dimulai—di mana tidak ada lagi jaminan kerja sama abadi, dan setiap negara harus memperjuangkan kepentingannya sendiri di tengah arus perubahan global yang cepat.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar